Burung Pembenih Padi
Barabah
berisi cerita yang sangat menarik. Barabah
adalah istri ke-12 dari Banio wanita muda, cantik, menarik, dan sangat
mencintai suaminya manula yang berumur kurang lebih 70 tahun. Cerita ini cukup menarik
dalam segi kemasan dan isinya.
Pagi hari di saat keduanya santai sambil
minum kopi, mereka berbincang mengenai hidup Banio yang sudah tua. Kemudian dating
seorang wanita muda, cantik, dan montok yang menanyakan Banio. Barabah marah karena cemburu, lantas
mengusir wanita itu. Saat wanita itu pergi ia memberitahukan pada suaminya
bahwa ada wanita cantik mencarinya, Banio segera menyusulnya karena kesal
mendengar cerita istrinya tentang kejalangannya.
Selanjutnya datang seorang lelaki, Barabah membuka pintu dan bertanya
maksud kedatangan serta menuduh bahwa lelaki itu adalah polisi yang berpakaian
preman. Mereka berdebat hingga akhirnya Banio datang dan memaki lelaki tadi,
serta memaki istrinya sebab salah duga. Banio berpikir kalau wanita itu hanya akal-akalan
Barabah untuk berduaan dengan lelaki
yang tak dikenalnya, dan wanita yang ia susul ke stasiun hanyalah fiktif.
Akhirnya setelah penjelasan Barabah dan lelaki asing itu Banio
percaya walaupun dengan caci maki yang cukup mengesalkan. Wanita yang diusir Barabah kemudian kembali kerumah Banio
dan menemuinya. Barulah Banio seratus persen percaya. Ternyata tujuan wanita
itu datang bukan untuk menggoda Banio, justru meminta restu untuk menikah,
yaitu dengan lelaki asing itu.
Sekilas tentang kemasan yang sungguh
menghibur. Garis besar cerita tersebut mengambil potret wanita yang begitu
mencintai suaminya walaupun suaminya mata keranjang atau tukang kawin. Sekaligus
potret “tua bangka” yang seolah
disadarkan oleh istri terakhirnya. Kecemburuan mereka seakan menguatkan cinta
mereka serta memberikan mereka prasangka buruk. Motinggo Busye tidak hanya
mengambil kisah percintaan mereka, kejujuran, realita social pada masa itu saat
penyelundupan beras marak dilakukan Barabah[1]
hadir untuk menyembuhkan penyelundupan beras.