Aliran dalam Sastra
a. Klasisme: aturan
sebuah naskah sangat ditaati, antaralain, lakon berjalan lima babak, dan
temanya sekitar kutukan akan jatuh kepada manusia yang laknat. Pengarang dari
kurun klasik Yunani diantaranya Sopochles (Oedipus Sang Raja; terjemahan W.S.
Rendra), Aristophanes (Lysistrata; terjemahan W.S. Rendra)
b. Neoklasisme:
Bentuk drama dengan tiga segi yang mendasar: kebenaran, kesusilaan, dan
kegaiban. Syahadat kaum neoklasik adalah segenap alam dikuasai oleh satu Tuhan.
c. Romantisisme:
bentuk drama yang lahir abad ke-18 diwarnai oleh sikap yang kukuh, bahwa
manusia dapat menemukan apa saja berkat keampuhan analisa akalnya, dan tindakan
apa pun bentuknya dapat dituntun oleh sifat alamnya. Pengarang drama aliran ini
adalah James Knowles (Virginius), dan akhirnya patut disebut dengan Friedrich
von Schiller (Nyonya Muda dari Orleans), dan Johann Wolfgang von Goethe
(Egmont).
d. Realisme: Bentuk
drama yang tumbuh pada abad ke-19, bergaung dari tata nilai yang berlaku akibat
pikiran kaum positivisme, terutama pengaruh
buku Charles Darwin (The Origin of the Species). Terjadi keraguan akan
eksistensi Tuhan. Pengarang drama dari aliran ini adalah Henrik Ibsen
(Hantu-hantu; terjemahan Jim Adi Limas), George Bernard Shaw (Perawan Johana
dari Ark; terjemahan Remy Sylado), Nikolai Gogol (Inspektur Jenderal; terjemaan
Asrul Sani), dan Anton Chekov (Paman Vanya; terjemahan Jim Adi Limas).
e. Simbolisme:
sebutan lain neoromantisisme dan impresionisme. Aliran ini berangkat dari
gerakan kesadaran bahwa hakekat kebenaran hanya mungkin dipahami oleh intuisi.
Ia menolak sifat-sifat yang umum tentang pengetian “kenyataan”. Maka kebenaran
sebagai suatu kenyataan tidak bisa dirumuskan dengan bahasa logika sendiri. Ia
hanya bisa diarahkan dengan simbol-simbol. Pengarang aliran ini adalah Maurice
Maeterlink (Pelleas dan Mellisande).
f. Ekspresionisme:
Aliran di abad ke-20 ini menantang keampuhan realisme. Mula-mula ia berkembang
di seni rupa, pada Van ogh dan Gauguin, dan di musik pada Schonberg. Pelopor
ekspresionisme dalam teater adalah August Strindberg (Sang Ayah; terhemahan
Boen S. Oemarjati) Ernst Toller (Transfigurasi), dan George Kaisar (Dari Pagi
sampai Tengah Malam).
g. Epik Teater:
Bentuk drama sekitar PD II, dibenahi oleh Bertold Brecht. Ia menganggap teater
telah terkulai dalam keadaan lelah, dan oleh sebab itu perlu adanya tenaga yang
sanggup mendenyutkan lagi. Ia menggunakan tiga kata kunci: historifikasi adalah
bagian terbesar dari aliensasi, yakni perumusan teori Brecht tentang teater
“Harus Jadi Asing” kembali.
h. Absurdisme:
Bentuk drama dari tahun 50-an sama sekali bersumbu pada pandangan bahwa dunia
ini netral. Kenyataan dan kejadian adalah tak berwujud. Jika manusia
mengatakan suatu peristiwa tak
bersusila, hal itu tidaklah dianggap dengan sendirinya asusila, tetapi itu
disebabkan oleh pikirannya sendiri yang mengatakab itu asusila. Tidak ada
kebenaran yang obyektif. Setiap insan harus menemukan nilai-nilai hidup yang
sanggup menghidupkan hidupnya, sejauh itu ia pun harus mau menerima bahwa
nilai-nilai yang ditemukannya itu sesungguhnya absurd. Pengarang aliran ini
adalah Samuel Beckett, Eugene Ionesco, Arthur Adamov, Jean Genet, Herold
Pinter, Edward Albee, dan Fernando Arrabal.