Puisi dan Bulu Kuduk Acep Zamzam Noor
Penulis : Acep Zamzam Noor
Penerbit : Nuansa Cendekia. Cetakan I, Juni
2011
Tebal : 290 Halaman
Puisi
dan bulu kuduk adalah buku non fiksi
yang ditulis Acep Zamzam Noor. Buku ini merupakan kumpulan esai dari pengalaman-pengalamannya
sebagai penyair yang telah diterbitkan di berbagai media massa.
Pengalaman-pengalamannya seputar puisi dan puisi itu sendiri dituangkannya dengan
lugu. Seperti hubungannya dengan puisi dari penyair-penyair terdahulu, proses
kreatifnya dan kedudukan puisi itu berada.
Acep
Zamzam Noor adalah seorang penyair yang terlahir di tanah Sunda dan lingkungan pesantren.
Tanah Sunda menurut Acep memiliki peran yang sangat penting pada karyanya,
menjadi latar imaji dalam instrument puisinya dan sebagai latar suasananya menulis.
Hal tersebut tidak menjadikan puisinya hanya melahirkan lirik-lirik romantis. Dengan
berlatar belakang pesantren yang religius, Acep menjadikan lirik-lirik alamnya menjadi
bentuk ekspresi yang menyelubungkan kedalaman agamannya. Ekspresinya menjadi indah
dan memesona dengan pesan-pesan agamis.
Berhubungan
dengan pesantren dan dirinya sendiri sebagai santri, dia tertarik dengan penyair-penyair
muslim yang berkecenderungan sufistik dan berhubugan erat dengan tasawuf, ajaran
yang dipelajari santri. Tokoh-tokoh yang diakagumi dalam hal ini yaitu Rumi,
Attar, Al Hallaj, Omar Khayam atau Hamzah Fansuri, Amir Hamzah, dll. Menurutnya
mereka adalah tokoh yang tidak memisahkan ajaran agama dan kesusastraan,
khususnya puisi. Pengalaman-pengalaman kerohanian mereka diungkapkan dalam puisi
yang indah dan mengandung nilai tinggi. Begitupula pesan-pesan dan gagasan-gagasan
mereka tentang Tuhan, manusia, moralitas, kemasyarakatan dan sebagainya. Bukan hanya
santri, individu dapat mencapai keluhurannya melalui puisi, untuk mengingatkan dan
menyadarkan.
Tokoh-tokoh inspiratif Kang Acep berasal dari penyair pendahulunya. Hamzah Fansuri, Amir Hamzah, dan
Goenawan Mohamad menurutnya mempunyai pemahaman terhadap kedalaman hidup melalui puisi-puisinya. Pada buku ini juga dia mengagumi kedalaman lirik
puitik yang dalam pada cerita pendek-cerita pendek Danarto.
Untuk menciptakan kata-kata puitik yang baru, dia tidak
hanya belajar dari puisi.
Untuk
mencapai sebuah keluhuran dalam berpuisi, tentunya dengan puisi yang baik, dan ukurannya
respon bulu kuduk. Puisi yang baik adalah yang menggetarkan pembacanya. Entah itu
puisi cinta atau puisi protes, puisi pendek atau panjang, puisi yang sulit atau
puisi yang mudah dipahami. Puisi di buku ini menargetkan anggota badan menilainya
yang merefleksikan ekspresi dari batin diri yang murni yaitu bulu kuduk.
Di
buku ini, mulai dari tokoh-tokoh yang dianggap menginspirasi, benda-benda,
alam, suasana, tempat, dan hal-hal lain yang membuatnya tertarik dan mencintai puisi.
Tentang batu akik koleksinya misalnya, menurutnya batu akik yang bagus pembuatannya
harus
melalui butuh waktu dan proses rumit, sama halnya dengan puisi.
Boleh
jadi buku ini adalah otobiografi Acep Zamzam Noor. Dia memaparkan berbagai macam
hal dalam lika-liku proses kreatifnya berpuisi. Sehingga buku ini dapat menjadi
inspirasi juga untuk pembaca, yang ingin memulai bergelut dengan puisi. Seperti
pada tulisan di sampul buku ini, “penulis muda, guru bahasa, pencinta buku wajib
membaca buku ini”.
Dengan mengganggap buku ini sebagai otobiografi, terkuak
sebuah penilaian bahwa buku ini, tulisan-tulisannya tidak ilmiah dan hanya
berkutat pada diri seorang penulis. Namun hal itu bisa termaafkan
karena sang penulis sendiri adalah pelaku sastra. Dia juga tidak mengharapkan jika
dia harus menulis tulisan-tulisan non fiktif yang diterbitkan di media masa,
bahkan dibukukan.
Pada
akhirnya buku ini dapat melihat sifat pembaca sendiri yang ingin dengan mudah bergulat
dengan puisi. Penulis di buku ini berperan menjadi contohnya. Membagikan ilmu,
pun isinya dan bagaimana harus memulai berpuisi. Di buku ini, pengarang membuat
pembaca akrab dengan puisi.